BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembelajaran Fiqh
Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan
oleh seseorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar.[1]
Pembelajaran juga diartikan sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem
pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga
laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi,
slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari
ruangan kelas, perlengkaan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi
jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan
sebagainya.[2]
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang
saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dngan cara membaca buku, belajar
di kelas atau di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara
berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik.[3]
Menurut bahasa, “fiqh” berasal dari “faqiha
yafqahu-fiqhan” yang berarti mengerti atau paham. Paham yang dimaksudkan
adalah upaya aqliah dalam memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu
dengan mengerti (al-‘ilm bisyai’i ma’a al-fahm). Ibnu Al-Qayyim
mengatakan bahwa fiqh lebih khusus daripada paham, yakni pemahaman mendalam
terhadap berbagai isyarat Al-Qur’an, secara tekstual maupun kontekstual. Tentu
saja, secara logika, pemahaman akan diperoleh apabila sumber ajaran yang
dimaksudkan bersifat tekstual, sedangkan pemahaman dapat dilakukan secara
tekstual maupun kontekstual. Hasil dari pemahaman terhadap teks-teks ajaran
Islam disusun secara sistematis agar mudah diamalkan. Oleh karena itu, ilmu
fiqih merupakan ilmu yang mempelajari ajaran Islam yang disebut dengan syariat
yang bersifat amaliah (praktis) yang diperoleh dari dalil-dalil yang
sistematis.[4]
Pada awalnya kata fiqih digunakan untuk semua
bentuk pamahaman atas al-Qur’an, hadits, dan bahkan sejarah. Pemahaman atas
ayat-ayat dan hadits-hadits teologi, dulu diberi nama fiqh juga, seperti judul
buku Abu Hanifah tentangnya, Fiqh Al-Akbar. Pemahaman atas sejarah hidup
Nabi disebut dengan fiqh al-sira’. Namun, setelah terjadi spesialisasi
ilmu-ilmu agama, kata fiqh hanya digunakan untuk pemahaman atas syari’at
(agama), itupun hanya yang berkaitan dengan hukum-hukum perbuatan manusia.[5]
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan
bahwa mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah merupakan mata pelajaran
bermuatan pendidikan agama Islam yang memberikan pengetahuan tentang ajaran
Islam dalam segi hukum Syara’ dan membimbing peserta didik dalam hal ini anak
usia madrasah ibtidaiyah agar memiliki keyakinan dan mengetahui hukum-hukum
dalam Islam dengan benar serta membentuk kebiasaan untuk melaksanakannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran fiqh
berarti proses belajar mengajar tentang ajaran Islam dalam segi hukum Syara’
yang dilaksanakan di dalam kelas antara guru dan peserta didik dengan materi
dan strategi pembelajaran yang telah direncanakan.
B.
Tujuan
Pembelajaran Fiqh
Mata
pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI
yang mempelajari tentang fikih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan
pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam
kehidupan sehari-hari, serta fikih muamalah yang menyangkut pengenalan dan
pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal
dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam
meminjam.
Secara
substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi
kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam
kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu
sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.[6]
Tujuan dari
fiqh adalah menerapkan aturan-aturan atau hukum-hukum syari’ah dalam kehidupan.
Sedangkan tujuan dari penerapan aturan-aturan itu untuk mendidik manusia agar
memiliki sikap dan karakter taqwa dan menciptakan kemaslahatan bagi manusia.
Kata “taqwa” adalah kata yang memiliki makna luas yang mencakup semua karakter
dan sikap yang baik. Dengan demikian fiqh dapat digunakan untuk membentuk
karakter.[7]
Tujuan fiqh adalah menerapkan
hukum-hukum syariat dalam kehidupan sehari-hari. Dari tujuan fiqh ini kita
dapat merumuskan tujuan pembelajaran fiqh di MI, sebagaimana dirumuskan dalam
buku Model KTSP MI, yaitu agar
peserta didik dapat:
1. Mengetahui
dan memahami cara-cara pelaksaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah
maupun mu’amalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan
social.
2. Melaksanakan
dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan baik dan benar, sebagai perwujudan
dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam, baik dalam hubungannya
dengan Allah, diri sendiri, orang lain, makhluk lain, maupun hubungannya dengan
lingkungan.
Karena peserta didik masih
kanak-kanak maka standar kompetensi lulusan (SKL) dari mata pelajaran Fiqh
untuk MI dirumuskan agar peserta didik mampu mengenal dan melaksanakan hukum
Islam yang berkaitan dengan rukun Islam mulai dari ketentuan dan tata cara
pelaksanaan thaharah, shalat, puasa, zakat, sampai dengan pelaksanaan ibadah
haji, serta ketentuan tentang makanan-minuman, khitan, qurban, dan cara
pelaksanaan jual beli dan pinjam-meminjam.
Untuk tercapainya tujuan pengajaran
Fiqh serta terpenuhinya standar kompetensi lulusan maka dibutuhkan model,
strategi, metode, dan tehnik pembelajaran dan penilaiannya.[8]
C.
Karakteristik
Pembelajaran Fiqh
Mata
pelajaran Fiqih yang merupakan bagian dari pelajaran agama di madrasah
mempunyai ciri khas dibandingkan dengan pelajaran yang lainnya, karena pada
pelajaran tersebut memikul tanggung jawab untuk dapat memberi motivasi dan
kompensasi sebagai manusia yang mampu memahami, melaksanakan dan mengamalkan
hukum Islam yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh dan muamalah serta dapat
mempraktekannya dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Disamping mata
pelajaran yang mempunyai ciri khusus juga materi yang diajarkannya mencakup
ruang lingkup yang sangat luas yang tidak hanya dikembangkan di kelas.
Penerapan hukum Islam yang ada di dalam mata pelajaran Fiqih pun harus sesuai
dengan yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga metode demonstrasi sangat
tepat digunakan dalam pembelajaran fiqih, agar dalam kehidupan bermasyarakat
siswa sudah dapat melaksanakannya dengan baik.[9]
D.
Ruang Lingkup
Kajian Materi Fiqh
Dalam Permenag No. 2 tahun 2008
dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran Fikih di Madrasah
Ibtidaiyah ialah siswa mampu mengenal dan melaksanakan hukum islam yang
berkaitan dengan rukun islam ,mengetahui tentang makanan dan minuman, khitan,
qurban, dan tata cara jual beli dan pinjam meminjam.
Ruang
lingkup mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyyah meliputi:
1.
Fiqh ibadah;
yang menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara pelaksanaan rukun Islam
yang benar dan baik, seperti: tata cara thaharah, shalat, puasa, zakat, ibadah
haji.
2.
Fiqh Muamalah;
yang menyangkut pengenalan dan pemahaman mengenai ketentuan tentang makanan dan
minuman yang halal dan haram, khitan, kurban serta tata cara pelaksanaan jual
beli dan pinjam meminjam.[10]
Pembelajaran fiqh di Madrasah
Ibtidaiyah di awali dengan materi rukun Islam, syahadat dan bersuci. Materi
rukun Islam disampaikan pertama kali atas dasar pertimbangan bahwa ia merupakan
outline materi fiqh, bukan hanya di MI melainkan di seluruh buku fiqh.
Sedangkan materi syahadat disampaikan setelah rukun Islam karena ia rukun Islam
pertama dan syahadat merupakan janji hati seorang muslim untuk taat pada Allah
dan mengikuti Rasul dalam hal ibadah dan muamalah. Sementara rukun lainnya
hanya wujud komitmen pada syahadat tersebut. Adapun materi bersuci didahulukan
dari materi shalat, dan diajarkan setelah materi syahadat karena bersuci
merupakan syarat bagi sahnya shalat.[11]
[1] Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), h. 128
[2] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), Cet. Ke-3, h. 57
[3] Ibid.
[4]
Beni Ahmad
Saebani dan Januri, Fiqh Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
h.13
[5]Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h.3
[6] Nur Chasanah, “Karakteristik Materi Fiqih dan Macam-Macam Metode Pembelajaran yang Cocok dengan Materi Fiqih”, http//annuramadhani.blogspot.com/5/2014/html, diakses pada 13 September 2014 pukul 09.44 WITA.
[7]
Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, op.cit.,
h. 6
[9] Bakhrul Ulum, “Mata Pelajaran Fiqih”, http//blogeulum.blogspot.com/24/2/2013/html, diakses pada 13 September 2014 pukul 09.30 WITA.
[10] Afninti Loka Puspita, “Telaah Kurikulum Fiqh
Madrasah Ibtidaiyah”, http//varossita.blogspot.com/2010/10/html, diakses
pada 13 September 2014 pukul 09.36 WITA.
[11]
Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, op.cit., h.
31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar